Sabtu, 08 Desember 2012

Ondel-ondel Betawi




A.    Ondel-ondel
Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di beberapa daerah lain.
Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel masih bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
  1. Musik Pengiring
Musik yang mengiringi ondel-ondel tidak tentu, tergantung dari masing-masing rombongan. Ada yang diiringi tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, Kampung Setu. Ada yang diiringi dengan pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh, sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diirig Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh, Kalideres.
Alam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang,kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental. Terbentulknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina.
Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi ciokeks merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harurn di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang kromong hanya dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendirii.
Pengaruh Eropa yang kuat pada salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes tanjidor, yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor. Mungkin bekas alat-alat musik militer pada masa jayanya penguasa kolonial [tempo doeloe] Dengan alat-alat setua itu tanjidor biasa digunakan untuk mengiringi helaran atau arak-arakan pengantin Membawakan lagu-lagu barat berirama imarsi dan [Wals] yang susah sulit dilacak asal-usulnya, karena telah disesuaikan dengan selera dan kemampuan ingatan panjaknya dari generasi kegenerasi. Orkes tanjidor mulai timbul pada abad ke 18. VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang terdiri dari 15 orang pemain alat musik tiup, digabungkan dengan pemain gamelan, pesuling Cina dan penabuh tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai pesta. Karena biasa dimainkan oleh budak-budak, orkes demikian itu dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu dan untuk memeriahkan arak-arakan.
Tehyan adalah alat musik pengiring Ondel-ondel, Tak banyak orang yang mengenal alat musik tehyan. Keberadaan alat musik yang berasal dari negeri Cina Ini mulai langka. Cara bermainnya yang cukup sulit pun menyebabkan alat musik tehyarLsaat ini mulai ditinggalkan. Meski begitu, mungkin sebagian orang masih dapat menemukan tehyan yang digunakan saat pertunjukan kesenian ondel-ondel walau hanya sebagai pengisi suara saja.
Tehyan merupakan alat musik gesek berbentuk panjang dengan bagian bawah yang agak melebar. Jika diamati, alat musik ini mirip rangka manusia mulai bagian badan hingga bokong. Tangga nada dalam alat musik tchyan yang dlatonls. dalam permainannya lebih mengandalkan feeling atau perasaan. Itulah yang membuat alat musik Ini berbeda dengan alat musik lainnya.
Pengamat sejarah yangjuga pemerhati budaya Betawi dari Lembaga Kesenian Betawi (LKB). Yahya . Andi Saputra, mengungkapkan, tehyan adalah salah satu alat musik Betawi hasil perpaduan kebudayaan Tionghoa yang masih tersisa. Menurutnya, saat ini tehyan mulai Jarang dijumpai karena langkanya alat musik tehyan digunakan oleh masyarakat. Yahya menuturkan, tehyan mulai dikenal di masyarakat pribumi sejak bangsa Tionghoa datang ke Batavia pada abad ke-17. Saat itu. tehyan menjadi salah satu alat kesenian Tionghoa yang dibawa ke Batavia. Dulunya alat musik tehyan dimainkan dalam orkes Yan Kin di mana pemainnya merupakan warga keturunan Tionghoa. Yahya mengungkapkan, ada beberapa daerah, di mana permainan alat musik ini tumbuh dengan subur. Orkes Yan Kin dimainkan sebagai penyambut tamu pada acara tuan tanah, seperti di Jatinegara ataupun Rorotan. Di sinilah alat musik tehyan mulai dikenal dan akhirnya sering digunakan sebagai pengiring musik gambang kromong. kata Yahya.
Pada dasarnya, tambah Yahya, dalam orkes Yan Kin terdapat dua alat musik sejenis yang dimainkan dengan cara dlgesek selain tehyan. yakni alat musik sukong dan kongahyan. Ketiga alat musik Ini merupakan alat musik sejenis, hanya saja ukurannya yang berbeda. Ketiganya merupakan alat musik yang berasal dari China. Daii perpaduan dua kebudayaan inilah beberapa alat musik dalam orkes Yan Kin berbaur dengan alat musik pribumi. Lagu-lagu atau musik hasil perpaduan dua alat musik dari kebudayaan berbeda Inilah menghasilkan alunan pada gamelan ajeng atau gambang kromong.
Seiring berjalannya waktu, tak Jarang tehyan menjadi alat musik pengiring pada kesenian ondel-ondel. Seperti yang dilakukan Ahmad Jadi (42) pemilik kesenian ondel-ondel keliling yang berada di Cempakaputih. Jakarta Pusat. Jadi mengaku bahwa tehyan menjadi bagian penting alat musik pengiring ondel-ondel. Suara yang dihasilkan dari tehyan menuntun ondel-ondel ketika menari. Dalam kesenian ondel-ondel, menurut Ahmad, selain tehyan. unsur alat musik yang digunakan adalah gendang pencak, rabana, bende atau kemes. nlngnong. serta rebana ketipring. "Alat musik tehyan dimainkan untuk mengeluarkan unsur melodi dalam lagu ondel-ondel." tutur Ahmad Jadi. (beritajakarta.com/iiULZ)

C.     Ondel-ondel menjadi ciri khas Budaya Betawi
Ondel-ondel. Boneka raksasa yang tingginya sekitar 2,5 meter dengan garis tengah rata-rata hampir 1 meter ini adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi. Dulu, ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala, tapi sekarang Ondel-ondel hanya sebagai penyemarak sebuah pesta. Seperti pada perayaan hari ulang tahun kota Jakarta, ondel-ondel hadir di Balaikota.
Jakarta memang punya daya pesona luar biasa. Kedudukannya sebagai ibukota Negara Indonesia telah memacu perkernbangannya menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perindustrian, dan pusat kebudayaan. Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan juga dari manca negara.
Unsur. seni budaya yang beranekaragam yang dibawa serta oleh para pendatang itu menjadikan wajah Jakarta semakin memukau, bagaikan. sebuah etalase yang memampangkan keindahan Jakarta ratna manikam yang gemerlapan. lbarat pintu gerbang yang megah menjulang, Jakarta telah menyerap ribuan pengunjung dari luar dan kemudian bermukim sebagai penghuni tetap.
Lebih dari empat abad lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir ke Jakarta tanpa henti-hentinya. Bahkan sampai detik inipun kian hari tampak semakin deras, sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah lainnya, di samping orang-orang Cina, Belanda, Arab, dan lain-lain, dengan sebab dan tujuan masing- masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi budayanya sendiri Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk, adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis Kreol, pengaruh orang-orang Portugis yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga sambil menyebarkan kekuasaanya di Nusantara.
Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing-masing kehilangan ciri-ciri budaya asalnya. Akhirnya sernua unsur itu luluh lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi.
Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budayanya yang makin lama semakin mantap, sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun bila dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu sering menunjukkan persarnaan dengan kesenian daerah atau kesenian bangsa lain.
Bagi masyarakat Betawi sendiri, segala yang tumbuh dan berkembang ditengah kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu. Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat mengungkapkan ciri-ciri ke Betawiannya, terutama pada seni pertunjukkannya.
Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk to menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan yang bernama Jakarta.
D.    Pengrajin Ondel-ondel
(BERITAJAKARTA.COM — 11-06-2010 18:54) Kesenian Betawi merupakan kesenian asli kota Jakarta. Namun seiring perjalanan waktu, kesenian tersebut justru terlihat seperti tergerus zaman dan mulai ditinggalkan penduduk asli Jakarta. Tak ingin terlihat terus terpuruk, dari hasil karyanya, Ekawati (35) perajin patung ondel-ondel berusaha mempertahankan salah satu karya seni asli Betawi dengan menciptakan miniatur patung penari Betawi serta miniatur patung ondel-ondel beserta pernak-perniknya.
Perempuan kelahiran Condet, Kramatjati, Jakarta Timur 35 tahun lalu ini berharap, karyanya dapat merambah pasar nasional dan dikenal masyarakat Indonesia. Dengan begitu, diharapkan kesenian ondel-ondel dan kesenian tari asli Betawi dapat dikenal masyarakat luas baik lokal maupun mancanegara.
"Mudah-mudahan dari patung yang saya buat, kesenian Betawi dapat dikenal di daerah lain atau bahkan mancanegara sekalipun. Meski hanya berupa patung atau miniatur, setidaknya orang tahu inilah kesenian-kesenian yang pernah ada dan mengalami masa kejayaan di ranah Betawi," ujar Ekawati, saat ditemui di kediamannya di Jalan Inprestengah, Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (11/6).
Dari tangan lentik wanita inilah dihasilkan beberapa miniatur patung ondel-ondel serta patung seorang wanita yang sedang memperagakan tari topeng. Selain miniatur patung-patung itu, dari tangan Ekawati juga dihasilkan karya berupa miniatur Monumen Nasional (Monas) dan t-shirt bermotif kesenian dan bahasa Betawi yang terbuat dari bahan daur ulang.
Yang menarik, hasil karya yang dihasilkan dari tangan seorang Ekawati berasal dan menggunakan bahan bekas atau daur ulang berupa, limbah kain, busa serta kayu. Hasilnya, produk-produk patung kesenian milik Ekawati pasarkan di pusat perbelanjaan dengan omzet mencapai Rp 5-7 juta per bulan.
Tak hanya itu, lanjut Eka, produk patung Ondel-ondel dan miniatur tari topeng buatannya pernah mendapatkan predikat juara 1 dalam lomba Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) tinggkat Jakarta Timur. "Saat ini saya tengah menunggu hasil lomba UP2K tingkat provinsi yang diadakan tanggal 1 Juni kemarin," jelas Eka.
Eka mengaku, motivasi awal pembuatan patung Ondel-ondel pertama kali didapatnya dari ayah mertua yang kebetulan berprofesi sebagai pemahat patung. Belajar dari ayah mertuanya itulah, membuat patung Ondel-ondel serta miniatur tari topeng Betawi menjadi hobinya.
Berbicara masalah harga, Eka mengaku harga yang dipatok per patung berbeda-beda tergantung ukuran patung. Untuk patung penari topeng Betawi dengan ukuran 30 sentimeter dijual dengan harga Rp 150 ribu. Sementara untuk patung Ondel-ondel berukuran 40 sentimeter seharga 160 ribu. sedangkan patung Ondel-ondel berukuran 20 sentimeter dihargai Rp 25 ribu.
Bahkan, kerana keunikan produk buatan Ekawati, pihak Pemkot Administrasi Jakarta Timur memesan patung Ondel-ondel setinggi dua meter. Menurutnya pesanan Walikota itu dihargai Rp 2,5 juta. "Sudah ada pesanan dari Pak Walikota untuk patung Ondel-ondel ukuran dua meter," kata Ekawati dengan bangga.

Beberapa Referensi:


2 komentar:

Posting Komentar